Bontang ekspos - Mau tanya…
Keponakan ana kena penyakit ain karena ana memujinya
Lalu suami ana menyuruh ana wudlu lalu mengusapkan air wudlu tersebut k
keponakan, alhamdulillah sembuh. Kl dulu Rasulullah menyuruh mandi.
Pertanyaannya, apakah hy untuk yg kena penyakit ain atau bisa untuk terapi penyembuhan y ustadz? (Air bekas wudlu)
Dari Isti, di Salatiga.
Jawaban :
Bismillah was sholaatu was Salam ‘ ala Rasuulillah. Amma ba’du.
Pertama, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menerangkan, bahwa penyakit ‘ain (kesambet, bhs. Jawa) adalah benar adanya.
الْعَيْنُ حَقٌّ
“Penyakit ‘ain itu benar-benar ada.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kedua, Nabi kita -shallallahu ‘ alaihi wasallam- mengajarkan sebuah adab
yang mulia, ketika melihat sesuatu hal yang menakjudkan pada diri
seseorang. Yaitu mendoakan keberkahan untuk saudara kita. Agar dia tidak
terkena ‘ain disebabkan pandangan takjub kita kepadanya.
Dahulu kejadian seperti ini pernah terjadi di zaman Nabi shallallahu ‘
alaihi wa sallam. Mari kita simak kisahnya dari sahabat Abu Umamah bin
Sahl radhiyallahu’anhu berikut, “Suatu ketika Amir bin Rabi’ah melihat
Sahl bin Hunaif sedang mandi. Lalu Amir berkata,
“Aku tidak pernah melihat (pemandangan) seperti hari ini, dan tidak pernah kulihat kulit yang tersimpan sebagus ini.”
Tak lama kemudian Sahl jatuh pingsan karena pandangan mata takjub itu.
Kemudian Suhail dibawa ke hadapan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. “Suhail pingsan wahai Nabi.” kata seorang sahabat.
Nabi bertanya, “Siapa yang kalian curigai?”.
“Amir bin Rabi’ah.” jawab para sahabat.
Nabi kemudian bersabda,
عَلَامَ يَقْتُلُ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ, إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيَدْعُ لَهُ بِالْبَرَكَةِ
“Atas dasar apa seorang diantara kalian mau membunuh saudaranya? Bila
kalian suatu yang menakjudkan pada diri saudara kalian, maka doakanlah
keberkahan untuknya. ”
Kemudian beliau meminta untuk diambilkan air. Lalu beliau memerintahkan
Amir untuk berwudhu. Amirpun membasuh wajahnya, kedua tangannya sampai
ke siku, kedua lutut, dan bagian dalam sarungnya. Setelah itu, beliau
perintahkan air bekas basuhan itu untuk disiramkan kepada Sahl.” (HR.
Ibnu Majah dinilai shahih oleh Ibnu Hibban 1424)
Ketiga, hadis di atas menerangkan bahwa, diantara terapi untuk penyakit
‘ain yang diajarkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, adalah
dengan menggunakan air bekas wudhu pelaku ‘ain, untuk mandi orang yang
terkena ‘ain.
Keterangan senada juga disampaikan oleh Ibunda Aisyah radhiyallahu’anha,
كان يؤمر العائن فيتوضأ ثم يغتسل منه المعين
“Orang yang melakukan ‘ain diperintahkan agar berwudhu, kemudian orang
yang terkena ‘ain mandi dari air (bekas wudlu tadi)” (HR. Abu Dawud ).
Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Ustaimin rahimahullah menjelaskan,
ولكن من أصيب بالعين فماذا يصنع؟ يعالج بالقراءة وإذا علم عائنه فإنه يطلب
منه أن يتوضأ ، ويؤخذ ما يتساقط من ماء وضوئه ثم يعطى للعائن يصب على رأسه
وظهره ويسقى منه ، وبهذا يشفى بإذن الله .
“Bagi yang terkena ‘ain, apa yang harus dilakukan? Diobati dengan bacaan
ruqyah. Namun apabila pelaku ‘ain dapat diketahui, maka mintalah dia
untuk berwudhu. Lalu air yang menetes dari basuhan wudhu, dikumpulkan.
Kemudian diberikan kepada yang terkena ‘ain untuk dibayurkan pada
kepala, dan punggung, atau disiramkan . Dengan cara ini, dia akan sembuh
dengan izin Allah.” (Lihat: Majmu’ Muallafat Ibnu ‘Ustaimin 9/88).
Dari pemaparan Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘ Ustaimin di atas kita
dapat simpulkan, bahwa dalam menangani korban ‘ain, ada dua macam metode
:
1. Bila diketahui pelakunya, maka diobati dengan membayurkan air bekas wudhunya.
2. Bila tidak diketahui pelakunya, maka obatnya adalah bacaan ruqyah.
Namun, apakah air bekas wudhu juga bisa digunakan untuk mengobati penyakit lain?
Dalam fatawa Syabakah Islamiyah diterangkan,
فليعلم أننا لم نقف على دليل يفيد مشروعية الاغتسال بماء الوضوء لما ذكر،
لا نقل بحسب اطلاعنا عن أحد من السلف، ولذا فإننا ننصح بالعدول عن هذه
الطريقة واتباع الطرق الشرعية في علاج مثل هذه الأمراض من استعمال الرقى
النافعة وكثرة الدعاء واللجوء إلى الله تعالى
“Kami tidak menemukan dalil yang menunjukkan disyariatkan membasuhkan
air bekas wudhu untuk pengobatan sebagaimana yang disebutkan oleh
penanya (pent, selain penyakit ‘ain). Dan sebatas penelitian kami, tidak
satupun riwayat dari para salaf yang menerangkan tentang pengobatan
menggunakan bekas air wudhu (pent. untuk selain penyakit ‘ain). Oleh
karenanya, kami menyarankan untuk tidak menggunakan cara pengobatan
semacam ini. Sebaiknya kembali pada metode pengobatan yang sudah jelas
dalilnya; seperti ruqiyah, memperbanyak doa, atau memohon kesembuhan
kepada Allah.” (Fatawa Syabakah Islamiyah no.139578)
Kesimpulannya, air bekas wudhu hanya bisa digunakan untuk mengobati
penyakit ‘ain saja; bukan untuk penyembuhan penyakit lainnya.
Sebagaimana keterangan dalam fatwa di atas. Wallahua’lam bis showab.
Dijawab oleh ustadz Ahmad Anshori
Sumber : konsultasisyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar